Abu Thalhah dan Kebun Biroha
Saturday, March 7, 2015
Add Comment
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali-Imran : 92).
Setelah Rasulullah menerima wahyu dari Allah yakni surat Ali-Imran: 92, yang menjelaskan salah satu kesempurnaan iman seorang muslim, maka Abu Thalhah seorang yang kaya dari kalangan anshar segera merealisasikan firman Allah tersebut dengan mengatakan, “Ya Allah, sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah kebun biroha, maka kebun ini adalah shodaqah untuk-Mu.”
Biroha adalah sebidang kebun yang sangat indah. Dengan kesegaran airnya yang mengalir ia tepat berada didepan sebuah masjid. Abu Thalhah melanjutkan, “Aku berharap semua isinya untuk-Mu, ya Allah, wahai Rasulullah, aku serahkan kebun ini kepadamu dan biarlah Allah menjadi saksi”.
Subhanallah, mari kita perhatikan surat ali-Imran di atas, demikian yang sangat menjadi perhatian Abu Thalhah yakni firman Allah, “kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebijakan yang sempurna.”Bagaimana kebijakan itu menjadi sempurna? Sangat membutuhkan keimanan yang tinggi. Yakinnya Abu Thalhah akan ganjaran yang diterima seseorang yang berniaga kepada Allah SWT. Walau harus melepaskan kepemilikan harta yang di cintai. Buktinya, ia serahkan kebun Biroha.
Abu Thalhah merasa yang ia miliki di dunia ini bersifat sementara. Demikian pula dengan Biroha, kebun yang sangat dicintainya. Maka saat perintah itu ia ketahui, tiada yang menhalanginya kecuali dengan segera ia serahkan seluruh kebunnya. Saat itu bukan soal memiliki, tapi apa yang harus segera ia beri. Abu Thalhah sangat memahami bahwa setelah perjalanan di negeri dunia ini, ia akan sampai ke tujuan negeri akhirat, menuai hasil dari yang dahulu ia upayakan sewaktu di dunia, merasakan selamanya, memilikinya selamanya pula, itulah keabadian.
Da’wah Islam di masa ini menjadi keniscayaan. Dakwah Illalloh, menyeru kepada agama-Nya yang haq. Menerangkan umat dengan cahaya ilmu di zaman gelap pekat seperti sekaranag. Proses dakwah tak ayal lagi memang membutuhkan harta. Namun dari manakah harta itu? Siapakah yang akan mengumpulkannya? Pasti, pasti mereka yang mau menjadi penolong agama Allah. Dan tentu, mereka bukanlah yang meletakan kecintaannya terhadap harta dunia melebihi kecintaannya kepada Allah dengan agama-Nya. Mereka mampu melihat realita dengan hati bersih. Mengerti upaya merubah arah tujuan manusia sebenarnya. Adapun menyimpan bahkan menumpuk harta hanya akan menjadi cita-cita fana. Karena sekarang, adalah saatnya memberi apa yang kita cintai.
Sumber : Hanif Abdillah. Intisari Hasmi (menuju masyarakat Islami). Vol. 10/2010. Hal. 31
Setelah Rasulullah menerima wahyu dari Allah yakni surat Ali-Imran: 92, yang menjelaskan salah satu kesempurnaan iman seorang muslim, maka Abu Thalhah seorang yang kaya dari kalangan anshar segera merealisasikan firman Allah tersebut dengan mengatakan, “Ya Allah, sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah kebun biroha, maka kebun ini adalah shodaqah untuk-Mu.”
Biroha adalah sebidang kebun yang sangat indah. Dengan kesegaran airnya yang mengalir ia tepat berada didepan sebuah masjid. Abu Thalhah melanjutkan, “Aku berharap semua isinya untuk-Mu, ya Allah, wahai Rasulullah, aku serahkan kebun ini kepadamu dan biarlah Allah menjadi saksi”.
Subhanallah, mari kita perhatikan surat ali-Imran di atas, demikian yang sangat menjadi perhatian Abu Thalhah yakni firman Allah, “kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebijakan yang sempurna.”Bagaimana kebijakan itu menjadi sempurna? Sangat membutuhkan keimanan yang tinggi. Yakinnya Abu Thalhah akan ganjaran yang diterima seseorang yang berniaga kepada Allah SWT. Walau harus melepaskan kepemilikan harta yang di cintai. Buktinya, ia serahkan kebun Biroha.
Abu Thalhah merasa yang ia miliki di dunia ini bersifat sementara. Demikian pula dengan Biroha, kebun yang sangat dicintainya. Maka saat perintah itu ia ketahui, tiada yang menhalanginya kecuali dengan segera ia serahkan seluruh kebunnya. Saat itu bukan soal memiliki, tapi apa yang harus segera ia beri. Abu Thalhah sangat memahami bahwa setelah perjalanan di negeri dunia ini, ia akan sampai ke tujuan negeri akhirat, menuai hasil dari yang dahulu ia upayakan sewaktu di dunia, merasakan selamanya, memilikinya selamanya pula, itulah keabadian.
Da’wah Islam di masa ini menjadi keniscayaan. Dakwah Illalloh, menyeru kepada agama-Nya yang haq. Menerangkan umat dengan cahaya ilmu di zaman gelap pekat seperti sekaranag. Proses dakwah tak ayal lagi memang membutuhkan harta. Namun dari manakah harta itu? Siapakah yang akan mengumpulkannya? Pasti, pasti mereka yang mau menjadi penolong agama Allah. Dan tentu, mereka bukanlah yang meletakan kecintaannya terhadap harta dunia melebihi kecintaannya kepada Allah dengan agama-Nya. Mereka mampu melihat realita dengan hati bersih. Mengerti upaya merubah arah tujuan manusia sebenarnya. Adapun menyimpan bahkan menumpuk harta hanya akan menjadi cita-cita fana. Karena sekarang, adalah saatnya memberi apa yang kita cintai.
Sumber : Hanif Abdillah. Intisari Hasmi (menuju masyarakat Islami). Vol. 10/2010. Hal. 31
0 Response to "Abu Thalhah dan Kebun Biroha"
Post a Comment