Aurat dan Jilbab Part I

Oleh: TIM Fatwa Tarjih Muhammadiyah

Pertanyaan:
Bagi muslimah di Indonesia, apakah wajib menutup auratnya seperti ayat yang termaktub dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 30-32? Seandainya wajib, apakah kadar kewajibannya sama dengan kadar kewajiban melaksanakan shalat lima waktu?

Dan jika tidak wajib seperti dalam surat an-Nur tersebut di atas, aurat-aurat manakah yang harus di tutup bagi wanita Indonesia? Mohon di jelaskan secara rinci ayat tersebut !

Jawaban:

Para ulama hingga kini masih berbeda pendapat mengenai batas-batas aurat wanita muslimah, baik muslimah Indonesia maupun muslimah yang bukan Indonesia. Yang demikian itu, karena terdapat perbedaan penafsiran terhadap surat an-Nur: 30-31.

Sebelum menjawab pertanyaan saudara, kami kutipkan lebih dahulu ayat-ayat yang membahas batas-batas aurat, baik yang terdapat pada surat an-Nur maupun yang terdapat pada surat lainnya yang ada munasabahnya. Ayat yang kami maksudkan ialah artinya:

1. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (an-Nur: 30)

2.  Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (an-Nur: 31).

3. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Ahzab: 59).

Untuk memahami ayat-ayat tersebut, perlu memahami lebih dahulu dua kata kunci yaitu ‘aurah dan jilbab. ‘Aurah, menurut bahasa berarti: segala sesuatu yang harus di tutupi; segala sesuatu yang menjadikan malu apabila dilihat. (Luis Ma’luf, di bawah art. ‘awira). Menurut istilah, ‘Aurah ialah anggota badan manusia yang wajib di tutupi, dan haram dilihat oleh orang lain, kecuali orang-orang yang disebutkan pada surat an-Nur: 31. Dalam bahasa Indonesia, ‘Aurah disebut dengan istilah aurat, dan selaanjutnya dalam paparan ini digunakan istilah tersebut.

Jilbab, berasal dari kata jalbaba yang berarti memakai baju kurung, para ulama berbeda pendapat mengenai arti jilbab. Sebahagian ulama mengartikannya baju kurung, sedang ulama lainnya mengartikannya baju wanita yang longgar yang dapat menutupi kepala dan dada.

Al-Asy’ary berpendapat bahwa jilbab ialah baju yang dapat menutupi seluruh badan. Ulama lainnya berpendapat, bahwa jilbab ialah kerudung wanita yang dapat menutupi kepala, dada, punggung. (Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, di bawah art. Jalaba).

Menurut Ibnu Abbas, jilbab ialah jubah yang dapat menutup menutup badan dari atas hingga ke bawah. (al-Qasimy, XIII: 4908). Menurut al-Qurtuby, jilbab ialah baju yang dapat menutup seluruh badan. (al-Qurtuby, VI: 5325).

Dari penjelasan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa jilbab mempunyai dua pengertian:
1. Jilbab ialah kerudung yang dapat menutup kepala, dada dan punggung yang biasa dipakai oleh kaum wanita.

2. Jilbab ialah semacam baju kurung yang dapat menutup seluruh tubuh, yang biasa dipakai kaum wanita.

Jika kedua pengertian tersebut digabungkan, maka yang dimaksud dengan jilbab ialah pakaian wanita yang terdiri dari kerudung dan baju kurung yang dapat menutup seluruh auratnya.

Ayat 30-31 an-Nur, tergolong ayat madaniyah, menurut al-Mahaayimiy, seluruh ayat dari surat an-Nur adalah Madaniyah, sedang al-Qurtuby mengecualikan ayat: Ya ayyuhalladzina aamanuu liyasta’zinkum…(58) adalah Makkiyah. (al-Qasimy, 1978, XII: 107). Sebab nuzul kedua ayat tersebut menurut suatu riwayat adalah sebagai berikut:

a. Menurut riwayat yang di takhrijkan oleh Ibni Mardawaih, dari ‘Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: pada masa Rasulullah saw, ada seorang berjalan di suatu jalan di Madinah, kemudian dia melihat seorang wanita, dan wanita itupun melihatnya, lalu syaitanpun mengganggu keduanya sehingga masing-masing melihatnya karena terpikat. Maka ketika laki-laki tersebut mendekati suatu tembok untuk melihat wanita tersebut, hidungnya tersentuh tembok hingga luka. Lalu ia bersumpah: Demi Allah saya tidak akan membasuh darah ini hingga bertemu Rasulullah saw dan memberi tahu kepadanya tentang masalahku.

Kemudian ia datang kepada Rasulullah dan menceritakan peristiwanya. Kemudian bersabdalah  beliau: “itu adalah balasan dosamu” lalu turunlah ayat: qul lil mu’miniina yaguddu min absoorihim (as-Siyutiy, t, t, ad-Durrul Mansur, V: 40).

b. Menurut riwayat yang di takhrijkan oleh Ibnu Kasir, dari Muqatil ibni Hibban, dari Jabir ibni Abdillah al-Ansariy, ia berkata: saya mendengar berita bahwa Jabir ibni Abdillah al-Ansariy menceritakan, bahwa Asma’ binti Marsad, ketika berada di kebun kurma miliknya, datanglah kepadanya orang-orang wanita dengan tidak memakai izar (kain), sehingga tampaklah gelang kaki mereka dan dada mereka. Maka berkatalah Asma’: ini tidak baik. Kemudian Allah swt menurunkan firmannya:

“Waqul lilmuminaati yagdudna min absoorihinna wa yahfadna furuujahunna” (as-Siyutiy, 1954: Lubab an-Nuqul: 161).

Sekalipun ayat tersebut diturunkan karena sebab tertentu, namun ayat tersebut berlaku untuk umum, yaitu seluruh kaum mu’minin. Allah swt memerintahkan kepada kaum mu’minin agar menahan pandangan-nya terhadap wanita-wanita yang bukan mahramnya, dan melarang memandang kecuali hanya bagian yang diperbolehkan memandangnya.

Juga memerintahkan menjaga farjinya dari perzinahan dan menutup auratnya hingga tidak terlihat oleh siapapun, sehingga hatinya menjadi lebih bersih dan terjaga dari kemaksiatan. Sebab pandangan mata menanamkan syahwat dalam hati, dan seringkali syahwat dapat mengakibatkan kesusahan yang sangat panjang.

Apabila dengan tidak sengaja memandang sesuatu yang haram, maka hendaklah segera memalingkan pandangannya, dan jangan mengulanginya dengan pandangan yang penuh syahwat, sebab Allah maha mengetahui.

Allah tidaklah hanya member peringatan kepada kaum mu’minin, melainkan juga kepada kaum mu’minat. Bahkan tidak hanya melarang memandang hal-hal yang haram, melainkan juga melarang menampakan perhiasannya, kecuali kepada mahramnya, agar tidak mudah terpeleset dalam kemaksiatan, namun apabila perhiasan tersebut terlihat tanpa disengaja, maka Allah maha pengampun.

Pada masa jahiliyah orang-orang perempuan suka membuka bagian leher, dada dan lengannya, bahkan sebagian tubuhnya hanya sekedar menyenangkan laki-laki hidung belang, dan orang-orang pria pun suka memandang aurat wanita, sebagaimana masa kini, bahkan pada masa kini mereka lebih berani, maka pantaslah jika masa kini disebut “jahiliyah modern”. Moral rendah itulah yang menjadi sumber kejahatan, baik masa lampau maupun masa kini.


Sumber: Buletin dakwah Fastabiqul Khoirot edisi 99

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Aurat dan Jilbab Part I"

Post a Comment

Komentar yang sopan, berikan solusi terbaik anda!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel