Korupsi Dalam Perspektif Islam

Korupsi Dalam Perspektif Islam, undang-undang koruptor

Oleh: Judin

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam penjelasan Wikipedia, korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption asal kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, menyogok. Adapun secara definisi korupsi disebutkan sebagai sebuah tindakan pejabat atau pegawai public, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu, yang secara tidak wajar dan illegal menyalahgunakan kepercayaan public yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Media sekarang ini sudah transparan, sehingga rakyat secara transparan juga mengetahui kinerja pejabat Negara. Di era 70 an kelompok music Koes Plus pernah menciptakan lagu dengan lirik “…orang bilang tanah kita tanah surga…” barangkali ada benarnya di zaman sekarang, sayangnya lirik itu hanya berlaku buat para koruptor.

Korupsi memiliki dampak yang kompleks pada sebuah Negara. Tidak hanya kacaunya system pemerintahan, terkurasnya uang Negara dan ketidakadilan, namun dampak terburuknya adalah pada perekonomian yang akan berimbas pada kesejahteraan umum, terutama rakyat kecil. Lalu kenapa Indonesia mendapat julukan negeri surga bagi koruptor? Jawabannya mudah, fakta di lapangan menunjukan bagaimana dahsyatnya perilaku korupsi di masyarakat dan betapa bebasnya para pelaku koruptor melakukan aksinya menumpuk pundi-pundi uang. Bahkan setiap kali tertangkap selalu menebar senyum tanpa menunjukan mimik ketakutan maupun penyesalan. Semua ini terjadi karena berbagai alasan, dari yang memanjakan si pelaku dengan mudahnya akses, kesempatan hingga hukum yang bersahabat. Korupsi secara luas tidak hanya dilakukan oleh elit politik, pejabat Negara, atau penguasa, bahkan telah mengakar hingga aparat paling rendah dan merajalela bagaikan gurita sampai ke ranah non pemerintahan sekalipun. Semua dianggap biasa tanpa dosa.

Koruptor dengan sifat busuknya telah merusak moral diri sehingga sikap keteladanannya tidak patut di contoh. Dengan dalil dan pandai bersilat lidah di hadapan siapapun yang menjadi lawannya, seakan para koruptor ini adalah orang yang kebal hukum, misalkan ketika Dewan Perwakilan Rakyat menyudutkan kinerja KPK, kemudian mengobok-obok (menggoyahkan), mencari-cari kesalahan KPK, yang pada akhirnya ruang gerak KPK ingin dibatasi oleh aturan baru. 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Indonesia Surga Bagi Koruptor
Berdasarkan Lembaga Transparency International (TI) yang dikutip dari tempo.co (selasa, 15 Maret 2016) merilis data indeks korupsi (corruption perception index) untuk tahun 2015. Dalam laporan tersebut ada 168 negara yang diamati lembaga tersebut dengan ketentuan semakin besar skor yang didapat, maka semakin bersih Negara tersebut dari korupsi. Skor maksimal adalah 100. Negara di peringkat teratas adalah Denmark, Finlandia, Swedia, Selandia Baru, Belanda, Norwegia. Sedangkan Negara dengan peringkat terbawah adalah Sudan Selatan, Afganistan, Korea Utara, dan Somalia. Kata Direktur Program Transparency International Indonesia, Ilham Saenong, saat mengumumkan hasil riset di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu, 27 Januari 2016.

Adapun Indonesia menempati peringkat ke-88 dengan skor CPI 36. Skor tersebut meningkat dua poin dari tahun 2014 yang berada di peringkat  107. Ilham mengatakan, peningkatan CPI Indonesia ini dipengaruhi oleh akuntabilitas public yang meningkat dan pencegahan korupsi yang dinilai efektif. “KPK sangat berperan,” kata dia. Tapi apakah Indonesia akan terus membaik dari korupsi?, sedangkan baru-baru ini DPR membatasi ruang lingkup kerja KPK. Saya kira tidak, selama para koruptor mencari dalil atas kebenarannya sendiri, seakan mereka kebal akan hukum.

Lalu Apa yang menjadi alasan Indonesia sarang bagi koruptor saat ini?  Pertama, hukum yang bersahabat. Indonesia terkenal dengan kerahamahannya, termasuk juga di ranah hukum. Para koruptor merasa nyaman dengan “keramahan” hukum yang berlaku di negeri ini. Apalagi jika si pelaku terkait dengan kekuasaan atau konglomerat, maka prosesnya hanya terkesan formalitas dan sekedar memenuhi tuntutan rakyat. Kedua, akses mudah. Lemahnya hukum di negeri ini dan bisa dibeli, kian menambah para pelaku semakin berani. Lihat saja para koruptor yang menyuap para oknum tertentu untuk bisa hidup mewah di penjara. Meskipun konteksnya sedang menjalani hukuman di dalam penjara, kenyataannya mereka bebas jalan-jalan kemana saja yang mereka mau. Mereka menjadikan penjara laksana kamar hotel, makan gratis, dan masih banyak lagi.

Factor lain yang membuat mereka korupsi adalah tanggungan ekonomi keluarga yang meningkat, sedangkan penghasilannya sudah di patok, bisa juga karena di sekeliling dia adalah orang berduit, sehingga agar orang tersebut mempunyai derajat setara dengan dia, maka korupsi jalan lebih mudah. Tindakan teladan buruk pejabat juga membuat iri seorang pegawai baru, sehingga meniru tindakannya itu; seperti yang sudah kita ketahui, korupsi telah mewabah seperti layaknya virus, kemudian ditiru oleh generasi setelahnya. Yang mengherankan koruptor itu tidak punya malu, padahal perbuatannya salah dan harta yang dimakan oleh dirinya dan keluarga dihasilkan dari barang korupsi, bahkan secara terang-terangan walaupun sudah terindikasi korupsi, menyuap masyarakat dengan dalih kepentingan social. Dampak dari korupsi yaitu merusak sendi-sendi kehidupan, seperti dalam sendi ekonomi, sendi moral, sendi pendidikan, sendi politik. Berakibat fatal juga pada investasi yang mungkin akan  menurunkan investor asing karena khawatir investor tersebut dirugikan. 

B. Apa Kata Hukum?
Hukum yang dimaksud disini ditinjau dari dua sudut, pertama, hukum yang berlaku di Negara Indonesia, kedua, hukum Islam. 

Hukum yang berlaku di Negara Indonesia
Ketika hukum mudah dibeli maka keadilan menjadi diskrimintaif. Semua mudah dibolak-balikan, yang kaya menjadi raja yang miskin menjadi tambah menderita, yang salah bisa menjadi bebas, yang benar haknya terampas. Makin meluasnya ketidakpercayaan rakyat pada lembaga Negara. Karena itu, tidak heran apabila supermasi hukum di negeri ini semakin merosot kewibawaannya. Hukum tidak lagi bersifat responsive, melainkan berubah menjadi instrument dalam rangka memperluas kewenangan kekuasaan untuk memeras rakyat atas nama lembaga pemerintahan.

Lalu sebenarnya seperti apa aturan hukum bagi koruptor di negeri ini?
Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi, saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan dikeluarkannya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta terakhir dengan diratifikasinya United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan UU No. 7 Tahun 2006. Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999).
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999).
3. Setiap orang atau pegawai negeri sipil/penyelenggara negara yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001).
4. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
5. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001:
a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam keadaan perang
c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
e. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang atau yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
6. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001).
7. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 9 UU No. 20 tahun 2001).
8. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja (Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001):
a. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b. Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
9. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001).
10. Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolaholah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolaholah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
i. Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
11. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. (Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001).
12. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan (Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999).
13. Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undangundang ini (Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999).

Hukuman Yang Pantas Untuk Koruptor Dalam Islam
Pertama, Hukuman Mati atau potong tangan. Belum lama ini, sering terdengar wacana untuk memberikan hukuman mati untuk pelaku korupsi. Banyak yang mendukung, banyak pula yang menolak. Jikalau dilihat dari undang-undang, hukuman mati itu bisa saja dilakukan, yaitu berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan dalam konteks keislaman, hukuman mati itu bisa saja dilakukan berdasarkan keputusan hakim, yang dikenal dengan istilah Ta’dzir. Jikalau berdasarkan nash syar’I, maka menyamakan korupsi dengan mencuri, kurang tepat dilakukan. Sebab, ada persyaratan mencuri yang tidak dipenuhi oleh korupsi, yaitu mengambil sesuatu yang berada dalam penyimpanan dan tidak ada syubhat. Sedangkan, korupsi ini ada syubhatnya, sebab harta ini adalah milik rakyat, dan koruptor adalah bagian dari rakyat. Dan hadd (potong tangan bagi pencuri) tidak bisa dilakukan jikalau ada syubhatnya. Dari empat imam mazhab, maka tiga di antaranya (syafii, hanbali dan hanafi) tidak setuju potong tangan bagi orang yang mengambil harta Negara. Sedangkan Imam Malik, membolehkannya.

Artinya, jikalau ingin diterapkan hukum mati bagi koruptor, itu sah-sah saja. Dan itu berdasarkan pendapat hakim (ta’zir), bukan berdasarkan nash syariat. Dan jikalau ingin dipotong tangannya, maka itu tetap mendapatkan tempat dalam kajian mazhab, yaitu pendapat Imam Malik. Inti yang ingin saya sampaikan, kedua hukuman ini sangat-sangat efektif untuk membuat pelaku korupsi tidak mengulang perbuatan buruknya.

Kedua, Dimiskinkan. Cara kedua yang paling efektif untuk mengganyang para koruptor di Indonesia adalah dengan cara memiskinkannya, yang dikenal dalam istilah syariat dengan sebutan al-Taflis. Dengan cara ini, semua harta yang didapatkan oleh pelaku koruptor diambil dan diserahkan kepada Negara, yang digunakan sepenuhnya untuk kepentingan Negara, terutama untuk mensejahterakan rakyatnya, yang sudah dibuat sengsara oleh para koruptor.

Ketiga, Hukum social. Hendaklah masyarakat bekerjasama dengan pemerintah memboikot para pelaku korupsi ini dengan tidak mengajak mereka terlibat dalam kehidupan social. Sebagai makhluk social, maka orang ini akan menderita jiwanya. Ia akan merasa kesepian di tengah keramaian.

Ketiga hal tersebut senada dengan pendapat Abdullah Hehamahua, SH, MM., ketika menjadi calon pimpinan KPK. Lantas bagaimana hukuman yang efektif  untuk koruptor? Menurut saya hukuman yang ditetapkan bagi koruptor adalah minimal lima tahun penjara (ketika harus dengan penjara) dan maksimal hukuman mati. Selain itu, sanksi social juga sangat penting, dan pemiskinan koruptor juga harus dilakukan untuk memberi efek jera dengan menyita semua harta hasil korupsi. Namun saya sangat setuju jika koruptor itu di hukum mati, katanya. Tapi menurut Prof. Dr. K.H Said Aqil Siradj, MA kategori pelaku korupsi terbagi menjadi dua, yaitu yang merugikan Negara dan yang membangkrutkan Negara. Koruptor yang merugikan Negara, hanya seberapa yang diambil cukup dipotong tangannya saja, dan ini sudah membuat mereka jera. Tapi jika membangkrutkan Negara korupsi miliaran rupiah sampai triliunan rupiah, mereka ini yang termasuk membuat kerusakan di muka bumi. Karena tidak hanya merugikan Negara, tapi merusak segala aspek, baik moral, politik, ekonomi, social, budaya dan masyarakat menjadi sengsara. Karena itu hukumannya tidak bisa ditolerir, seberat-beratnya atau mati. Mereka telah membuat kerusakan di muka bumi. Dalam al-Qur’an telah disebutkan, :
Ayat lain yang masih berkaitan dengan korupsi adalah surat al-Baqarah ayat 188, QS. Al-Anfal ayat 27.

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari uraian di atas adalah korupsi merupakan ladang bagi para koruptor, dikarenakan hukum Indonesia saat ini yang bersahabat dan akses yang mudah serta lingkungan kerja yang mendukung, gaya hidup meniru perilaku mereka yang sudah duluan kaya dari korupsi. Kemudian Negara dirugikan miliaran bahkan sampai triliunan rupiah oleh koruptor, ini yang disebut membangkrutkan Negara, kata Said Aqil, dan pantas mendapat hukuman mati. Hal demikian mengacu pada surat al-Maidah ayat 33 tentang oknum yang membuat kerusakan di muka bumi serta merugikan Negara.


BIBLIOGRAPHY
Lc, Fakih. S., 2015. Inilah Hukuman Yang Pantas Untuk Koruptor Dalam Islam. [Online] Available at:http://serambiminang.com/2015/06/inilah-hukuman-yang-pantas-untuk-koruptor-dalam-islam.html [Accessed Wednesday March 2016].

Media, A., 2015. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [Online]  Available at: http://accountingmedia.blogspot.co.id/2013/06/undang-undang-pemberantasan-tindak.html [Accessed Wednesday March 2016].
Prasetiyo, B., 2016. Ini Daftar Peringkat Korupsi Dunia, Indonesia Urutan Berapa?. [Online] Available at: http://m.tempo.co/read/news/2016/01/27/063739957/ini-daftar-peringkat-korupsi-dunia-indonesia-urutan-berapa [Accessed Monday March 2016].
Tanpa Nama, 2013. Al-Qur'an dan Terjemah Mushaf al-Aula. 1 ed. Jakarta: Perisai Qur'an.
Tanpa nama. 2013. “Indonesia Surga Bagi Koruptor”. Furqon 108 TH. XI
Tanpa nama. 2013. “Korupsi dan Latah Korupsi”. Furqon 108 TH. XI
Tanpa nama. 2013. “Bangkrutnya Negara Akibat Korupsi”. Furqon 108 TH. XI

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Korupsi Dalam Perspektif Islam"

Post a Comment

Komentar yang sopan, berikan solusi terbaik anda!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel